Garuda Indonesia berawal dari tahun 1940-an, di mana Indonesia masih berperang melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang jalur spesial dengan pesawat DC-3.
Tanggal 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi maskapai penerbangan ini. Pada saat itu nama maskapai ini adalah Indonesian Airways. Pesawat pertama mereka bernama Seulawah atau Gunung Emas, yang diambil dari nama gunung terkenal di Aceh. Dana untuk membeli pesawat ini didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh,
pesawat tersebut dibeli seharga 120,000 dolar malaya yang sama dengan
20 kg emas. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi
terhadap Belanda berakhir. Garuda Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950 dari Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM),
perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda adalah hasil
joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan maskapai Belanda
Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah
Indonesia memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini
dikelola oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari
sahamnya di tahun 1954 ke pemerintah Indonesia.
Pemerintah Burma
banyak menolong maskapai ini pada masa awal maskapai ini. Oleh karena
itu, pada saat maskapai ini diresmikan sebagai perusahaan pada 31 Maret 1950,
Garuda menyumbangkan Pemerintah Burma sebuah pesawat DC-3. Pada
mulanya, Garuda memiliki 27 pesawat terbang, staf terdidik, bandara dan
jadwal penerbangan, sebagai kelanjutan dari KNILM. Ini sangat berbeda
dengan perusahaan-perusahaan pionir lainnya di Asia.
Pada tahun 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat, tetapi pada tahun 1955, pesawat Catalina mereka harus pensiun. Tahun 1956 mereka membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah.
Tahun 1960-an adalah saat kemajuan pesat maskapai ini. Tahun 1965 Garuda mendapat dua pesawat baru yaitu pesawat jet Convair 990 dan pesawat turboprop Lockheed L-118 Electra. Pada tahun 1961 dibuka jalur menuju Bandara Internasional Kai Tak di Hong Kong dan tahun 1965 tibalah era jet, dengan DC-8 mereka membuat jalur penerbangan ke Bandara Schiphol di Haarlemmermeer, Belanda, Eropa.
Tahun 1970-an Garuda mengambil Jet kecil DC-9 dan Fokker F28
saat itu Garuda memiliki 36 pesawat F28 dan merupakan operator pesawat
terbesar di dunia untuk jenis pesawat tersebut. Pada saat itu, maskapai
ini mulai membeli pesawat badan lebar seperti Boeing 747-200B dan McDonnell Douglas DC-10-30. Sementara pada 1980-an mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300. Tahun 1990an, maskapai ini membeli Boeing 737, Boeing 747-400, Airbus A330-300, dan juga McDonnell Douglas MD-11.
Dalam tahun 1990-an, Garuda mengalami beberapa musibah, terutama pada tahun 1997, dimana sebuah A300 jatuh
di Sibolangit, menewaskan seluruh penumpangnya. Maskapai ini pun
mengalami periode ekonomi sulit, karena, pada tahun yang sama Indonesia
terkena Krisis Finansial Asia,
yang terjadi tahun 1997. Setelah itu, Garuda sama sekali tidak terbang
ke Eropa maupun Amerika (meskipun beberapa rute seperti Frankfurt dan Amsterdam sempat dibuka kembali, namun akhirnya kembali ditutup. Rute Amsterdam ditutup tahun 2004). Tetapi, dalam tahun 2000-an ini maskapai ini telah dapat mengatasi masalah-masalah di atas dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.
Memasuki tahun 2000an, maskapai ini membentuk anak perusahaan bernama Citilink,
yang menyediakan penerbangan biaya murah dari Surabaya ke kota-kota
lain di Indonesia. Namun, Garuda masih saja bermasalah, selain
menghadapi masalah keuangan (Pada awal hingga pertengahan 2000an,
maskapai ini selalu mengalami kerugian), Beberapa peristiwa
internasional (juga di Indonesia) juga memperburuk kinerja Garuda,
seperti Serangan 11 September 2001, Bom Bali I dan Bom Bali II, wabah SARS, dan Bencana Tsunami Aceh 26 Desember 2004. Selain itu, Garuda juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah jatuhnya
sebuah Boeing 737 di Yogyakarta ketika akan mendarat. Situasi ini
diperburuk dengan sanksi Uni Eropa yang melarang semua pesawat maskapai
Indonesia menerbangi rute Eropa. Namun, setelah perbaikan besar-besaran,
tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah
misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini.yaitu rute Jakarta - Amsterdam. Rute Eropa lain seperti Paris, London, dan Frankfurt juga kemungkinan akan segera dibuka kembali.